Previous: Trip to Beijing - Shanghai - Day 3
Nahhh… di hari ke 4 ini Saya dan Dewi berpindah dari Beijing
ke Shanghai dengan menggunakan High Speed Train. Kami beli yang kelas 2
harganya sekitar 1 juta kalo di-kurs-kan waktu itu. Kali ini Yovie tidak ikut
ke Shanghai, jadi bener-bener Cuma saya dan Dewi. Berdua aja! Nekat? Agak sih…
Hahaha… tapi kami ada menghubungi seseorang yang akan meminta rekannya untuk
menjemput kami, namanya sebut saja “kokoh Yang” *sengaja disamarkan.
|
Tiket High Speed Train Beijing - Shanghai |
Subuh-subuh kami sudah cek out dari hostel tempat kami
menginap di Beijing dan berangkat ke Beijing Southway Railway Station, atau
sering disebut “Beijing Nan Zhan 北京南站” aja. Tibalah saat saya dan Dewi
ngebolang berdua. Berbekal agak nekat dan bahasa mandarin kami yang belepotan. Iya
sih, di Zhongguo udah banyak yang bisa bahasa Inggris juga, tapi tetep mereka
prefer pake Zhongwen *yaiyalah*. Di stasiun kami nunggu agak lama sampai dengan
naik kereta. Pas tiba waktunya kami naik kereta.. yeay! Akhirnya nyobain juga
kereta super cepat itu. Walaupun yang kami naiki sepertinya bukan pas jam yang
keretanya paling cepet (kecepatannya Cuma 280 sekian, sementara katanya ada
yang diatas 300).
|
Kecepatan kereta yang tertera di layar dalam gerbong |
Setelah melewati beberapa kota termasuk Nanjing *kota
mudiknya Shu Huan di film Kabut Cinta! * dan menghabiskan perjalanan kurang
lebih 5 jam, tibalah kami di Shanghai! Kesampean juga saya menjejakkan kaki di
kota tempat syutingnya film kabut cinta. Hehehe….
Kami benar dijemput oleh Kokoh Yang. Awalnya bener-bener
merasa nggak enak karena ternyata dia jemput pake mobil pribadinya, padahal
kata teman saya tadinya si kokoh Yang keberatan kalo jemput pake mobil karena
jauh dari stasiun. Orangnya juga agak kaku dan sudah berumur, jadi kami
canggung juga. Kami mengarah ke Podd Inn di dekat Hongkou Footbal Stadion yang
sudah kami book sebelum kami berangkat ke Zhongguo. Tapi apa yang terjadi???
Kami ditolak saat tiba di hotel! Jrengggg….Dengan kondisi baru datang dan
petugas yang sama sekali enggan berbicara Inggris, dia Cuma menolak kami dengan
alasan kami adalah waiguo ren (foreign people) dan mereka nggak terima waiguo
ren. Dih! Aneh! Emang sih kami belum bayar, apa karena itu? Tapi di Beijing
kami lancar-lancar aja, bahkan Hostel loh levelnya. Pokoknya udah sebel banget
lah sama si Podd Inn ini. Blacklist.
Si kokoh Yang juga tidak terlalu berdiplomasi, jadi
setuju-setuju aja dan minta kami cari hotel lain, yang kebetulan gak jauh dari
Pod Inn itu ada hotel Jinjiang Inn. Terpaksalah kami kesana. Ternyata harganya
2x lipat dan Cuma ada kamar kosong untuk 1 malam saja. Lemes? Iya. Tapi saya
dan Dewi pikir “yaudah deh, sore ini sambil coba cari-cari di sekitar Nanjing
Road.” Plan sore itu memang kami mau main ke daerah Nanjing Road. Okedeh,
akhirnya dengan terpaksa kami book hotel yang lebih mahal itu untuk semalam,
mau gimana lagi… *sambil berharap duit nya cukup, kalo nggak ya cari ATM ato
pake kartu kredit.
Setelah itu kokoh Yang mengantar kami ke Nanjing Road.
Nanjing Road ini mirip Orchard Road nya Singapore, tapi panjaaaaang banget.
Saking Panjang jadi ada jalan West Nanjing Road sampe East Nanjing Road. Sesampainya
kami di sebuah perempatan, kokoh Yang bilang ke kami bahwa di depan itu sudah
jalan Nanjing Road, nggak lama dia maju dan minggir. Kami agak bingung apa mau parkir
disini? Ternyata….
“Ini Nanjing Road, silakan.. Nanti kalau ada perlu apa
hubungi saya.” Kata kokoh Yang.
“Oh..oke..” sambil agak bingung kami turun mobil. Loh dia nggak ikut nemenin jalan ya? Atau
seenggaknya nemenin cari hotel gitu?!
Dan benar saudara-saudara… mobilnya berjalan menjauhi kami.
Saya dan Dewi bengong.
Baiklah… kita ditinggal. Jadi agak nggak respek sama si
kokoh Yang. Yaudahlah kalo gitu, mungkin dia juga sibuk, dan *siapa tau* agak
terpaksa juga jemput dan antar kami tadi.
|
Nanjing Road! |
Kami mulai menyusuri jalanan Nanjing Road dengan perasan
agak campur aduk, ada shock, takut juga, tapi excited juga. Ayo dong udah sampe
sini dinikmati! Tapi keoptimisan kami agak luntur ketika beberapa kali
mendatangi hotel yang ditemui nyaris sama:
Pertama, begitu diajak ngomong bahasa Inggris mereka
langsung geleng-geleng. Oke, ganti ngomong Chinese. Tanya ada kamar kosong
nggak blablabla.
Kedua, mereka bilang kamarnya penuh, dan seringnya pakai
alasan yang sama juga “nggak terima foreign people” Ini kan aneh!!! Hotel apa yang nolak orang asing?
Ekstrimnya ada yang ketika kami baru ngomong “ni keyi shuo
yingwen ma? (Anda bisa berbahasa Inggris?)” orang itu langsung Cuma liat kami
dan jawab “Waiguo ren? “ sambil geleng-geleng dan tangannya kasih isyarat
supaya kami pergi. Idih….
Sementara hari mulai gelap. Sebal dan mulai khawatir. Kami nggak
mungkin sampe tengah malem disini, kan harus
balik hotel juga. Tapi kalo belum dapet hotel untuk besok, mau tidur
dimana besok dan besok lusa? Kenapa jadi kaya lost in shanghai gini….
Di tengah kebingungan itu dan saat kami berjalan menyusuri
jalanan Nanjing Road….
Ada seorang cewe yang minta difotoin. Setelah selesai
memfotokan, dia ngajak kami ngomong zhongwen, ya kami balas. Dan dia jadi
antusias lalu manggil temen-temennya. Kira-kira mereka ber-5. Salah satu dari
mereka hamil. Saya masih inget banget muka-muka mereka. Lalu mereka ngajak
ngobrol dan ngomoooong terus. Sampe akhirnya waktu mereka tau kita lagi cari
hotel, mereka bilang mereka turis lokal dari Suzhou, mereka pelajar dan lagi
cari hotel juga. Mereka ngajak bareng. Kami bilang mau cari dimana? Mereka bilang
ada di belakang. Sebenernya udah kepikir juga, di sebelah mana, tadi kami udah
susurin hampir semua hotel yang ada dan ditolak semua. Tapi yaudahlah
barangkali mereka lebih tau secara turis lokal.
Sepanjang jalan mereka ajak ngobrol kami terus dan dengan
antusias ngobrolin soal muslim di China juga. Sampai….. kita berhenti di depan
sebuah bangunan. Mereka masuk kesana dan ajak kami masuk. Saya sempat lihat
tulisan hanzi di toko itu yang ada tulisan “cha 查 “ nya. Dengan zhongwen kami yang belepotan, kami cukup tau
itu tempat teh. Saya nengok ke Dewi, dia kasih isyarat supaya kita nggak ikut
masuk. Kami bilang ke rombongan itu bahwa kami kan mau cari hotel, kok kesini? Mereka
jawab iya nanti ada di depan, sekarang kesini dulu.
Feeling mulai nggak enak, saya toleh Dewi lagi, dan Dewi
bisik-bisik ke saya “Yus,, inget nggak yang di blog”. Seketika saya langsung
lemes dan takut *ini beneran* kenapa?
Jadi ya guyssss… kalo ada modus begini di china, terutama
shanghai dan Beijing, kalo ada yang ngaku sebagai turis dan minta diajarin
bahasa inggris dan diajak minum teh, JANGAN PERNAH MAU. Itu penipuan. Kami
pernah baca ini di blog orang-orang juga yang share *thanks to them*. Tapi kami
awalnya nggak curiga karena mereka awalnya ngakunya pelajar *walopun kemudian
ngaku turis juga* dan mereka nggak minta ajarin bahasa inggris. Jadi kami nggak
sadar.
Dengan deg-degan dan sebenernya kaki udah lemes, kami
menolak bilang “bu yong.. bu yong.. zaijian.. (nggak usah… goodbye..)” dan
untung banget Alhamdulillah Ya Alloh, mereka Cuma ketawa dan ngangguk!! Nggak
kebayang kalo tiba-tiba mereka berubah ekspresinya jadi galak dan maksa kami!
Hiiiiiii,…..
Sontak refleks saya sama Dewi langsung balik badan, pegangan
tangan, jalan cepet, dan lariiiiii!! *ini bener-bener lari. Lari sekenceng-kencengnya*
Padahal waktu itu kondisi kaki saya lagi sakit tapi udah nggak berasa lagi. Yang
ada di pikiran kami Cuma sejauh-jauhnya meninggalkan rombongan itu. Jangan
noleh ke belakang, pokoknya lari. Sejauh-jauhnya, kalo bisa cepetan ke stasiun
naik MRT, biar mereka nggak ngejar. Untungnya mereka nggak ngejar……………
Asli rasanya itu udah kaya di film-film banget. Dengan
dramatis nya kami pegangan tangan dan bilang “kita Cuma berdua disini. Kita nggak
boleh pisah. Kemana-mana harus berdua. Sekarang kita lari. Astaghfirullah… kita
saling ingetin ya. Kalo ada kejadian kaya tadi saling ingetin!” perasaan kami
nggak bisa digambarkan waktu itu. Takut? Iya. Banget!!
Setelah kami meyakini bahwa kami nggak dikejar rombongan
tadi, kami duduk sebentar di bangku pinggir jalan. Baru deh kaki saya kerasa sakit.
Sambil mikir gimana nasibnya kami, mau cari hotel kemana lagi, akhirnya kami
terpikir satu cara terakhir.
Jadi, sebelum saya berangkat ke Zhongguo, waktu saya minta
ijin cuti ke bos saya, bos saya sempat bilang agar saya ngabarin cabang kantor
saya yang di Shanghai, bilang saya mau kesana. Awalnya saya sempat nggak enak,
kan saya perginya pribadi, bukan urusan kantor, nanti malah ngerepotin atau
apa. Tapi bos saya bilang waktu itu nggak apa-apa, kalo ada apa-apa kan ada
yang dihubungi. Semacam firasat gitu ya.. beneran ada apa-apa..hahaha…
Setelah itu saya akhirnya kontak dengan salah seorang
Manager di kantor cabang Shanghai, cerita kalau saya mau ke Shanghai. Dan saya
berencana mampir kesana di sela trip saya di Shanghai.
Tak disangka ternyata di Shanghai mengalami pengalaman tak
terlupakan ini, akhirnya saya kontaklah Pak Manager ini, namanya Pak Ucok. Saya
ceritakan bahwa saya sudah tiba di Shanghai dan saya ceritakan kejadian ditolak
hotel tersebut. Kami mohon bantuan Beliau terkait alternatif penginapan yang
bisa kami cari. Akhirnya dengan baik hati Pak Ucok bilang akan mengecek dan
mengabari. Cukup lega, kami memutuskan untuk kembali ke hotel karena hari itu
sudah malam, kami lanjut jalan kaki ke stasiun MRT.
Nah, pas kami mau beli tiket MRT, ada keanehan lagi yang
terjadi. Mesin tempat kami beli tiket nggak mau ambil uang dan mengeluarkan
tiket. Tiba-tiba ada yang menepuk bahu kami dari belakang. Kami menoleh. Ada kokoh
kokoh berusia mungkin 30an yang tiba-tiba tangannya menyuruh kami agak minggir
dan mengintervensi mesin tiket itu. Dia
ngapain?! Pikir kami.
Tanpa banyak bicara dan menggunakan bahasa isyarat, dia
minta uang kertas yang kami pegang, agak takut kami kasih. Dan ternyata dia
ganti dengan uang koinnya untuk ke mesin itu. *saya agak lupa detailnya tapi
intinya ternyata dia bantuin kami untuk beli tiket MRT di mesin itu! Harusnya ada
pecahan uang tertentu yang nggak bisa digunakan kalau beli tiket lewat mesin. Kami
akhirnya sadar kalau dia bantuin kami. Tapi karena masih trauma dengan
peristiwa barusan dimana hampir ditipu orang, saya dan Dewi saling lirik dan
bilang “kok dia baik banget?! Orang ini siapa kok baik banget?! Dia komplotannya
rombongan tadi bukan?!” karena curiga, akhirnya kami bilang bahwa kami udah
ngerti cara beli tiketnya dan bisa melanjutkan sendiri sambil bilang terima
kasih. Tapi si kokoh itu tetep kekeuh nungguin sampe tiketnya bener-bener kami
pegang fisiknya. Setelah itu kami bilang terima kasih lagi sambil masih dengan
pikiran curiga buru-buru pergi.
“Kita jangan naik MRT nya dulu. Siapa
tau si orang itu mau ngikutin kita. Biarin dia pergi dulu. Gimana..?” / “ya..ya..”
Sampai akhirnya si kokoh ternyata beneran pergi dan kami
sadar dia bukan orang jahat, beneran niatnya bantuin kami :DD Alhamdulillah..
Maaf Ya Alloh kami jadi suuzon…
Akhirnya kami naik MRT menuju hotel. Turun dari stasiun MRT
kami sempat agak bingung menemukan hotel kami. Yaiya,tadi kan dari hotelnya
dianter kokoh Yang. -.-“ Begitu di ujung
jalan ada kantor yang tulisannya semacam English club gitu kami langsung
bahagia, kami akhirnya kesana tanya arah hotel kami. Mungkin mas bule yang kami
tanya dan beberapa bule disitu bingung liat kami, ini dua anak ilang dari mana
sih…….
Setelah sampai hotel, kami berasa lega dan masih nggak habis
pikir dengan kejadian menegangkan yang kami alami tadi. Nggak berapa lama, Pak
Ucok menghubungi kami dan menawarkan untuk tinggal di rumah salah satu Manager
untuk dua malam berikutnya. Subhanalloh.. Alhamdulillah… ya mau lah kalo nggak
merepotkan. Terharu banget. Alhamdulillah akhirnya malah ditawarin tebengan
nginep di apartemennya Ibu Manager itu. Thanks banget Pak Ucok dan Mbak Nola…
Akhirnya kami beneran akan ke cabang kantor saya di Shanghai
keesokan harinya. Yang tadinya memang rencana mampir untuk berkunjung, eh jadi
beneran mampir untuk berkunjung dan untuk merepotkan.. Hehehehe…
To be continued….
*special thanks untuk Pak Ucok, Mbak Nola, Pak Pohlam, Mas
Denis, dan rekan-rekan di Cabang Shanghai yang sudah membantu dua anak hilang
yang lost in Shanghai ini J