I’ve never ask for
this task, I don’t have ambition on it either. So I have nothing to lose, just
(surely) wanna do my best. Let Allah assess you.
Dari awal, sampai sekarang, dan insya Allah kedepannya itu
niatan saya J
Iya, saya memang orangnya plegmatis dan sering nrimo an, walaupun kadang juga keras
kepala. Lagipula saya termasuk penganut faham “jabatan itu amanah, gak boleh
diminta.” Lain halnya kalo situ yang ditugasi atau diminta, yaa.. walaupun
naluri plegmatis saya juga beberapa kali ragu diawal dengan pikiran-pikiran
macam “bisa nggak ya”, “kenapa gue?”, “aduh jangan gue deh”. Pesimis? Kind of ~
haha.. tapi begitulah biasanya reaksi awal saya, setelah sesudah nya
pikir-pikir lagi barulah biasanya “Oke, bismillah aja, mudah-mudahan Allah
kasih kemudahan.”
Just a random thought
about this task..
Per awal tahun ini saya mendapat amanah baru dan bos baru.
Yang pasti itu berarti tantangan baru, apalagi kalau menilik secara historikal,
posisi atau amanah yang saya emban ini dulunya antara ada dan tiada *halah. Ada
sih, tapi nggak rutin begitu lho. Jadi kendala pertama saya adalah saya nggak
punya cukup benchmark untuk tugas
ini. Terlebih juga pendahulu saya yang mengemban tugas ini tuntutan intensitas
nya bisa dikatakan berbeda dengan saya, ibarat dahulu dia attach dengan si bos –katakanlah- 70%, kali ini tuntutan untuk saya
harus lebih dari itu. Sempat ada keraguan juga “sebenernya si Beliau
bener-bener butuh gue/posisi yang saya emban sekarang ini nggak sih? Kayaknya
dulu-dulu juga nggak terlalu butuh ya”. Tapi balik lagi, saya tekankan lagi
niat saya diawal tadi, dan juga saya meyakinkan diri saya seperti ini “terserah
deh Yus, butuh atau nggak, bagaimanapun skenario nya, yang jelas elo sekarang
diberi amahan ini, berarti ini udah rencananya Allah bikin kaya gini. Kalo gak
dengan izin dia gak bakal juga lo diminta”. Oke.
Kini sudah hampir 7 bulan saya mengemban amanah ini *abaikan
bahasanya yang berasa politis banget mentang-mentang lagi tahun pemilu*. Banyak
hal yang saya pelajari. Meminjam istilah salah satu bos saya, saya belajar technical skill maupun behavior skill. Mungkin orang merasa apa sih gitu doang,lebay. Tapi buat saya
yang selama ini lebih banyak kerja di belakang meja dan belum pernah menangani
nasabah langsung, saya setidaknya mendapat gambaran gimana ketemu nasabah
(walaupun memang levelnya beda dan kalau nanti saya kelak handle nasabah sendiri pasti bakal harus banyak belajar lagi). Tapi
diambil positifnya aja.
Tantangannya? Banyak. Saya belajar memahami karakter si
Beliau, berusaha menyesuaikan dengan keinginan dan kebiasaan Beliau. Kadang
kalau saya membandingkan dengan teman-teman yang posisi nya sama dengan saya,
bagaimana hubungannya dengan “Beliau” yang lain, campur aduk rasanya. Hahaha…
diawal-awal saya banyak merasa sedih kalau membandingkan yang lain terlihat
sangat attach sementara saya,
lagi-lagi, meraba-raba saya harus ke arah mana, harus sejauh apa yang saya
lakukan. Tapi itu proses. Saya belajar untuk itu, saya belajar untuk inisiatif
dan tidak hanya menunggu. Saya ngerasain
dari mulai di awal Beliau (bahkan) hanya melihat saya sepersekian detik ketika
saya samperin, tetap “batu” kirim
report atau apa yang kira-kira Beliau butuh, “muka badak” tiba-tiba muncul di
acara yang Beliau hadir hanya untuk memastikan semua berjalan baik-baik saja
dan Beliau tidak butuh suatu apapun. Yah~ capek? Mana ada kerja yang gak capek
=P.
Hampir 7 bulan saya menjalankan tugas ini, saya belum bisa
bilang sudah memahami Beliau. Sama sekali belum. Saya masih meraba sana-sini,
tapi perlahan saya mulai menyesuaikan dengan Beliau. Kadang pengen juga sih minta dievaluasi kinerja
saya selama ini gimana, yang jelas I’ve
tried my best.
Lucunya juga, beberapa orang terkadang menanyakan hal –hal
tertentu seolah saya sudah memahami Beliau. Beberapa bisa saya jawab, beberapa
juga saya sendiri masih meraba. Kalo udah gitu saya cuma bisa senyum, i might have not undesrtand him so well, but
I try to. Sampai kapan? Sampai amanah ini berakhir. Kalimat pembuka diatas
selalu saya ingat-ingat kalau saya lagi merasa butuh re-charge energi. Tugas saya kan cuma menjalankan sebaik-baiknya :)
Anyway, terlepas
dari hal tersebut adalah tugas, saya pribadi sebenarnya menyayangi Beliau
seperti Bapak saya sendiri. Ini beneran dan bukan maksud apa-apa. Hahaha.. Sometimes he just reminds me of my own dad.
Pernah suatu kali Beliau sakit dan tetap disibukkan oleh pekerjaannya, saya
bener-bener ngerasa nggak tega sampai
mau nangis. Pengen rasanya saya
larang Beliau memforsir diri dan suruh istirahat. *yakalik tapi apalah saya
ini*. Saya cuma bisa sekali dua kali menyampaikan agar Beliau istirahat. Sampai
saya berfikir, kalau ini Bapak kandung saya sendiri pasti udah saya suruh
istirahat aja sampe sembuh. :)
There are still few months to go.. dari awal, sekarang, dan
insya Allah sampai amanah itu selesai diberikan pada saya, saya berulangkali
camkan di pikiran saya:
I’ve never ask for
this task, I don’t have ambition on it either. So I have nothing to lose, just
(surely) wanna do my best. Let Allah assess you.
0 comments:
Post a Comment